Minggu, 16 Juni 2013

Landasan dan Identitas Religius Pengembangan Diri Konselor


LANDASAN DAN IDENTITAS RELIGIOUS PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR
MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah  pengembangan pribadi konselor
Dosen : Dr. Awalya, M.Pd., Kons.

Oleh
Kelompok 1
Firda Primaheni                     (1301411077)
Unik Prilintia                         (1301411036)
Maulina Azkiyah                   (1301411047)
Bondan Sawung Pambudi    (1301411054)
Yashinta Rizky Ananda                    (1301411110)
Wening Suko Utami              (1301411104)




JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012



LANDASAN DAN IDENTITAS RELIGIOUS PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR


A.    Identitas Religius dan Spiritual Konselor
            Landasan religious dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberian bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada klien.  Didalam proses bantuannya terkandung nilai  agama ( mengembangkan kebaikan dan mencegah keburukan ). Agar layanan bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.  
Kaitan dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti, ( dalam Syamsu Yusuf, 2009:153 ), mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut:
1. Konselor hendaknya orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
2. Konselor sedapat-dapatnya mampu mantrasfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien.
Pendekatan bimbangan dan konseling yang terintegrasi didalamnya dimensi agama ternyata sangat disenangi oleh masyarakat luas. Marsh Wiggins Frame 2003 ( dalam Syamsu Yusuf, LN, dkk, 2009 ) mengemukakan bahwa agama sepatutnya mendapat tempat dalam praktek konseling dan psikoterapi. Pemikiran ini didasarkan  beberapa alasan ( khasus di Amerika ) :
1.   Mayoritas orang Amerika meyakini Tuhan.
2.  Terdapat tumpang tindih dalam nilai dan tujuan antara konseling dengan agama.
3. Banyak bukti empirik yang menunjukkan bahwa keyakinan beragama telah berkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental.
4.   Agama sudah sepatutnya diintegrasikan  ke dalam konseling dalam upaya mengubah pola pikir yang berkembang di akhir abad ke -20.
5.   Kebutuhan yang serius untuk mempertimbangkan konteks dan latar belakang budaya klein. Konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia.
Seperti yang terdapat  dalam rambu- rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, tentang kompetensi yang harus dicapai oleh seorang konselor, diantaranya kompetensi kepribadian yaitu,
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kompetensi tersebut diaplikasikan dengan menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Konselor dituntut memilki pemahaman tentang hakekat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia.
1.   Hakikat Manusia Menurut Agama.
Sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama ( homo religious ). Fitrah agama merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama dilingkungan dimana orang itu hidup.
2.   Peran Agama
Agama sebagai pedomban hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani ) yang sehat. Fungsi Agama : (a). memelihara Fitrah, (b). memelihara Jiwa, (c). memelihara Akal, (d). memelihara Keturunan.
Semakin dekat orang kepada Tuhan, semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya. Demikian pula sebaliknya. Dampak ditinggalkannya . Disingkirkannya nilai-nilai agama dalam kehidupan modern, kita menyaksikan semakin meluasnya kepincangan sosial.




B.     PERILAKU MEMBANTU YANG DILANDASI NILAI KEAGAMAAN / KEROHANIANIAN.
1. Makna Pemberian Bantuan.
Pemberian bantuan merupakan istilah yang sukar untuk dijelaskan, karena mempunyai arti yang sangat individual, dalam arti makna sangat tergantung pada orang yang berkepentingan. Upaya yang berupa pemberian bantuan dapat ditafsirkan sebagai penghinaan atau sebagai perbuatan turut campur seseorang dengan urusan orang lain.
Prayitno dan Erman Amti, ( dalam Syamsu Yusuf, 2009:153 ), mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut:
a. Konselor hendaknya orang yang beragama .
b. Konselor sedapat-dapatnya mampu mantrasfer kaidah-kaidah agama.
2. Peranan Nilai Agama Dalam  Menghadapi Kehidupan  Global.
Agama merupakan uang mengikat jiwa untuk kembali kepada Tuhan. Seluruh agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah upacara. Tuhan menciptakan alam atau “kita harus mati untuk membebaskan jiwa dari beban daging badan kasar”. Sedang yang lain lebih bersifat khusus yang pada umumnya berkenaan tentang bagaimana seharusnya kita mengatur  tingkah laku  dibumi. Dasar-dasar umum dengan istilah nilai (Value) sedangkan hal-hal yang lebih khusus sifatnya sebagai kepercayaan (Belief). Kepercayaan adalah penerapan konkrit nilai-nilai yang kita miliki. Tujuan terakhir agama bersifat tidak nyata. Keberhasilan didunia ini yang perlu diinterpretasikan sebagai suatu yang absolute. Mempertebal iman dan mental untuk menuju kepada pelaksanaan ajaran agama masing-masing guna terciptanya suatu kehidupan damai didunia dan diakhirat.
Agar dapat memberikan bantuan yang dilandasi nilai-nilai keagamaan, sangat perlu mengembangkan kemampuan atau kecerdasan diantaranya:
a.   Mengembangkan kecerdasan emosi (EQ) diharapkan orang mampu mengendalikan tata pikir yang lebih baik.
b.   Mengembangkan kecerdasan Spiritual (SQ), akan mampu menangkap makna kebenaran dari suatu kebatinan.
c.   Mengembangkan kecerdasan Religius (RQ) dapat memberikan kekuatan yang mampu berfikir.
d.   Mengembangkan kecerdasan Akal (IQ)  yang bersifat: rasional, logis, dan harus menurut hokum sebab akibat dan probabilitas serta predictive.
B.     Agama dan Keyakinan dalam konseling
            Agama dan konseling merupakan dua hal yg berbeda, demikian penegasan Brammer dan Shostrom (1992). Sedangkan Allport (1950) mengemukakan bahwa keterlibatan agama dalam konseling dan psikoterafi dapat diterima, tetapi harus di ingat bahwa agama tersebut harus mengikuti dan tidak menentang  psikologi, dalam hal ini adalah agama dapat maningkatkan kesehatan mental klien. Dengan demikian keterlibatan agama,nilai, dan keyakinan konselor dalam proses konseling dapat dibenarkan secara teoritik, tetapi dalam prakteknya harus melihat etika profesional yg memberi tuntutan cara kerja konselor sekaligus melindungi hak-hak pribadi klien.
C.    Nilai-Nilai Konselor dan Klien
            Dalam konseling selalu ditegaskan bahwa konselor  tidak mempengaruhi pandangan,keyakinan  dan tingah laku kliennya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi dikarenakan konselor berperan sebagai pihak  yg secara personel maupun profesional menyediakan diri untuk sepenuhnya membantu klien tanpa syarat, maka dia juga berkewajiban menerima klien yg menghadapi masalah demikian dengan berusaha membantunya. Aspek nilai dalam konseling adalah hal yg sangat fundamental. Pertentangan antara nilai-nilai yg dianut konselor  dengan yg dianut klien akan menyebabkan konseling tidak dapat dilanjutkan, utamanya konseling yg menyangkut pengambilan keputusan berhubungan dengan nilai-nilai dasar kedua belah pihak.
D.  Pengelolaan /penanganan masalah melalui bantuan pendekatan agama
Pendekatan eksistensial humanistik digunakan dalam hal agar seorang klien mengalami stres disebabkan  oleh kurang mengertinya keterbatasan yang dimilikinya dan ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan-keterbatasannya. Sedangkan pendekatan rational emotif dalam hal ini digunakan untuk memperbaiki dan pandangan-pandangan klien yang irasional serta untuk memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi hidup secara logis dan positif.
Bantuan pendekatan agama dapat berupa peningkatan daya tahan atau meringankan beban psikis seseorang, dengan langkah yaitu:
         Menyadarkan klien akan garis kehidupan.
         Mengenali diri sendiri.
         Motivasi yang luhur.
         Bersikap sabar dan bersyukur.
         Komunikasi intensif dengan Tuhan.














DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti.2008.Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling(cetakan 
kedua).Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rambu- Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur.Pendidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.2007



















1 komentar:

  1. THANKS U BANGET MBA SHINTA UDAH SHARE MATERI PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR :D

    BalasHapus