
LANDASAN DAN IDENTITAS RELIGIOUS
PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah pengembangan pribadi konselor
Dosen
: Dr. Awalya, M.Pd., Kons.
Oleh
Kelompok
1
Firda Primaheni (1301411077)
Unik Prilintia (1301411036)
Maulina Azkiyah (1301411047)
Bondan Sawung Pambudi (1301411054)
Yashinta Rizky Ananda (1301411110)
Wening Suko Utami (1301411104)
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
LANDASAN DAN IDENTITAS RELIGIOUS
PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR
A.
Identitas
Religius dan Spiritual Konselor
Landasan
religious dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai
“helper” pemberian bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai
agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan bimbingan dan konseling
kepada klien. Didalam proses bantuannya terkandung
nilai agama ( mengembangkan kebaikan dan mencegah keburukan ). Agar
layanan bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut
harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Kaitan dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti, ( dalam
Syamsu Yusuf, 2009:153 ), mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai
berikut:
1. Konselor hendaknya orang yang beragama dan mengamalkan
dengan baik keimanannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
2. Konselor sedapat-dapatnya mampu mantrasfer kaidah-kaidah
agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien.
Pendekatan bimbangan dan konseling yang terintegrasi
didalamnya dimensi agama ternyata sangat disenangi oleh masyarakat luas. Marsh
Wiggins Frame 2003 ( dalam Syamsu Yusuf, LN, dkk, 2009 ) mengemukakan bahwa
agama sepatutnya mendapat tempat dalam praktek konseling dan psikoterapi.
Pemikiran ini didasarkan beberapa alasan ( khasus di Amerika ) :
1. Mayoritas orang Amerika meyakini Tuhan.
2. Terdapat tumpang tindih dalam nilai dan tujuan
antara konseling dengan agama.
3. Banyak bukti empirik yang menunjukkan bahwa keyakinan
beragama telah berkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental.
4. Agama sudah sepatutnya
diintegrasikan ke dalam konseling dalam upaya mengubah pola pikir
yang berkembang di akhir abad ke -20.
5. Kebutuhan yang serius untuk
mempertimbangkan konteks dan latar belakang budaya klein. Konselor dituntut
memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran agama dalam
kehidupan umat manusia.
Seperti yang
terdapat dalam rambu- rambu
penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, tentang
kompetensi yang harus dicapai oleh seorang konselor, diantaranya kompetensi
kepribadian yaitu,
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kompetensi tersebut diaplikasikan dengan menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Konselor dituntut memilki pemahaman tentang hakekat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia.
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kompetensi tersebut diaplikasikan dengan menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Konselor dituntut memilki pemahaman tentang hakekat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia.
1. Hakikat Manusia Menurut Agama.
Sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama ( homo
religious ). Fitrah agama merupakan potensi yang arah perkembangannya amat
tergantung pada kehidupan beragama dilingkungan dimana orang itu hidup.
2. Peran Agama
Agama sebagai pedomban hidup bagi manusia telah memberikan
petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau
pengembangan mental (rohani ) yang sehat. Fungsi Agama : (a). memelihara
Fitrah, (b). memelihara Jiwa, (c). memelihara Akal, (d). memelihara Keturunan.
Semakin dekat orang kepada Tuhan, semakin banyak ibadahnya,
maka akan semakin tentramlah jiwanya. Demikian pula sebaliknya. Dampak
ditinggalkannya . Disingkirkannya nilai-nilai agama dalam kehidupan modern,
kita menyaksikan semakin meluasnya kepincangan sosial.
B. PERILAKU MEMBANTU YANG
DILANDASI NILAI KEAGAMAAN / KEROHANIANIAN.
1. Makna Pemberian Bantuan.
Pemberian bantuan merupakan istilah yang sukar untuk
dijelaskan, karena mempunyai arti yang sangat individual, dalam arti makna
sangat tergantung pada orang yang berkepentingan. Upaya yang berupa pemberian
bantuan dapat ditafsirkan sebagai penghinaan atau sebagai perbuatan turut
campur seseorang dengan urusan orang lain.
Prayitno dan Erman Amti, ( dalam Syamsu Yusuf, 2009:153 ),
mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut:
a. Konselor hendaknya orang yang beragama .
b. Konselor sedapat-dapatnya mampu mantrasfer kaidah-kaidah
agama.
2. Peranan Nilai Agama Dalam Menghadapi
Kehidupan Global.
Agama merupakan uang mengikat jiwa untuk kembali kepada
Tuhan. Seluruh agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah upacara.
Tuhan menciptakan alam atau “kita harus mati untuk membebaskan jiwa dari beban
daging badan kasar”. Sedang yang lain lebih bersifat khusus yang pada umumnya
berkenaan tentang bagaimana seharusnya kita mengatur tingkah
laku dibumi. Dasar-dasar umum dengan istilah
nilai (Value) sedangkan hal-hal yang lebih khusus sifatnya sebagai kepercayaan
(Belief). Kepercayaan adalah penerapan konkrit nilai-nilai yang kita miliki.
Tujuan terakhir agama bersifat tidak nyata. Keberhasilan didunia ini yang perlu
diinterpretasikan sebagai suatu yang absolute. Mempertebal iman dan mental
untuk menuju kepada pelaksanaan ajaran agama masing-masing guna terciptanya
suatu kehidupan damai didunia dan diakhirat.
Agar dapat memberikan bantuan yang dilandasi nilai-nilai
keagamaan, sangat perlu mengembangkan kemampuan atau kecerdasan diantaranya:
a. Mengembangkan kecerdasan emosi (EQ)
diharapkan orang mampu mengendalikan tata pikir yang lebih baik.
b. Mengembangkan kecerdasan Spiritual (SQ),
akan mampu menangkap makna kebenaran dari suatu kebatinan.
c. Mengembangkan kecerdasan Religius (RQ)
dapat memberikan kekuatan yang mampu berfikir.
d. Mengembangkan kecerdasan Akal
(IQ) yang bersifat: rasional, logis, dan harus menurut hokum sebab
akibat dan probabilitas serta predictive.
B. Agama
dan Keyakinan dalam konseling
Agama
dan konseling merupakan dua hal yg berbeda, demikian penegasan Brammer dan
Shostrom (1992). Sedangkan Allport (1950) mengemukakan bahwa keterlibatan agama
dalam konseling dan psikoterafi dapat diterima, tetapi harus di ingat bahwa
agama tersebut harus mengikuti dan tidak menentang psikologi, dalam
hal ini adalah agama dapat maningkatkan kesehatan mental klien. Dengan demikian
keterlibatan agama,nilai, dan keyakinan konselor dalam proses konseling dapat
dibenarkan secara teoritik, tetapi dalam prakteknya harus melihat etika
profesional yg memberi tuntutan cara kerja konselor sekaligus melindungi
hak-hak pribadi klien.
C. Nilai-Nilai
Konselor dan Klien
Dalam
konseling selalu ditegaskan bahwa konselor tidak mempengaruhi pandangan,keyakinan dan
tingah laku kliennya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi
dikarenakan konselor berperan sebagai pihak yg secara personel
maupun profesional menyediakan diri untuk sepenuhnya membantu klien tanpa
syarat, maka dia juga berkewajiban menerima klien yg menghadapi masalah
demikian dengan berusaha membantunya. Aspek nilai dalam konseling adalah hal yg
sangat fundamental. Pertentangan antara nilai-nilai yg dianut
konselor dengan yg dianut klien akan menyebabkan konseling tidak
dapat dilanjutkan, utamanya konseling yg menyangkut pengambilan keputusan
berhubungan dengan nilai-nilai dasar kedua belah pihak.
D. Pengelolaan /penanganan masalah melalui
bantuan pendekatan agama
Pendekatan eksistensial humanistik digunakan dalam hal agar
seorang klien mengalami stres disebabkan oleh kurang mengertinya
keterbatasan yang dimilikinya dan ketidakmampuan untuk melawan
keterbatasan-keterbatasannya. Sedangkan pendekatan rational emotif dalam hal
ini digunakan untuk memperbaiki dan pandangan-pandangan klien yang irasional
serta untuk memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi
hidup secara logis dan positif.
Bantuan pendekatan agama dapat berupa peningkatan daya tahan
atau meringankan beban psikis seseorang, dengan langkah yaitu:
•
Menyadarkan klien akan garis kehidupan.
•
Mengenali diri sendiri.
•
Motivasi yang luhur.
•
Bersikap sabar dan bersyukur.
•
Komunikasi intensif dengan Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti.2008.Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling(cetakan
kedua).Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rambu-
Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur.Pendidikan.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional.2007
THANKS U BANGET MBA SHINTA UDAH SHARE MATERI PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR :D
BalasHapus