KONSELORKU PAHLAWANKU
Pagi ini sepeti neraka bagiku. Aku
bahkan selalu meminta pada Tuhan untuk tak lagi bangun setiap paginya. Rumah
ini tak ubahnya seperti penjara, tak ada yang nyaman ada di dalamnya.
Orang-orang yang tinggal di dalamnya seperti tak saling mengenal, padahal kami
ada karena pernikahan Hendro Sasmojo ayah kami dengan Rossa Meliana ibu kami.
Sedangkan kakak ku Feri, ia sudah menikah dan memilih tinggal di Malang bersama
istrinya, tanpa pernah menanyakan bagimana panasnya suasana rumah. Semua
berawal ketika ibu mendapati ayah tengah berselingkuh dengan partner kerjanya yang bernama Rika.
Ibu :”Ayah
keterlaluan. Apa kurangnya ibu? Ayah minta ibu untuk tidak bekerja, oke ibu
turuti. Ibu urus anak-anak sendiri tanpa pernah ayah bantu. Tapi apa balasan
ayah sama ibu? Ayah selingkuh sama Rika perempuan tak tau diuntung itu”
Ayah :”kamu pikir ayah tidak muak?
Setiap hari kerjanya arisan sana sini. Ibu itu Cuma ngabisin uang doang!!! Mana
ada laki-laki yang betah sama istri
yang bisanya Cuma ngabisin uang suami?”
Ibu :”Alasan! Bukannya itu
maumu?aku dirumah dan tidak bekerja. Tapi kenapa sekarang bicaramu lain?”
Ayah :”Ahhh susah bicara sama kamu,
buang-buang waktu!” (lalu ayah keluar dan membanting pintu, sedangkan ibu
menangis)
Sania :”Ayah, ayah habis bertengkar
sama ibu ya? Kok tadi ayah banting pintu segala?” (aku berbicara kepada ayah
dengan suara getir dan wajah yang tertunduk)
Namun,
apa jawaban ayah? Ia justru menamparku dan memakiku.
Ayah : (menampar) “Lancang sekali
kamu! Ini urusan orang tua, anak kecil nggak usah ikut-ikutan. Belajar saja
yang benar, nggak usah sok tahu urusan orang tua”
Sania :”Ayah jahat” (lari sambil
menahan tangis)
Sania :”Aku tahu ayahku keras, namun
baru sekali ini ia menamparku. Ia tak pernah memperlakukan aku sekeras ini
sebelumnya. Mulai saat itu, aku tahu ternyata penyebabnya karena ayah
berselingkuh, hatiku sakit sekali. Aku yang selalu membanggakan kedua orang
tuaku dihadapak teman-temanku harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak lagi
harmonis. Aku akan sangat malu sekali” (berurai air mata)
Pagi ini, ujian fisika. Aku bahkan lupa
belum belajar karena kejadian semalam. Aku memilih untuk langsung berangkat
sekolah tanpa sarapan dan berpamitan kepada ayah dan ibu, lagi pula aku rasa
akan percuma.
Di jalan dekat sekolahku, aku mendengar
percakapan antara dua perempuan dan seorang laki-laki mereka sedang
membicarakan sesuatu.
Pr
1 :”Udah, persaya sama
gue. Dengan lo ngerokok, maka hidup lo akan lebih tenang. Lo akan ngerasa beban
hidup lo itu lepas dan lo bisa bebas” (kata si perempuan pertama dengan ekpresi
yang meykainkan)
Pr
2 :”Serius? Gue penat
banget sama masalah hidup gue”
Lk :”Percaya sama kita lah. Lo
lihat aja kita, enjoy kan hidup kita. Masalah apapun nggak ada apa-apanya, apa
lagi kalau lo juga pake metilon ini (sambil menunjukkan obat terlarang) pasti
hidup lo indah”
Sayang,
perhatianku terpecahkan oleh sms dari temanku yang memberitahukan jika ulangan
hari ini kurang 15 menit lagu di mulai yaitu tepat puku 07.00 WIB. Aku bergegas
lari takut jika ketahuan sedang mendengarkan percakapan mereka.
(Di
sekolah)
Ujian
fisika ku hari ini gagal total. Aku tidak bisa mengerjakan soal sama sekali.
Aku semakin frustasi dengan keadaan ini.
(Taman
Sekolah, duduk sendiri)
Sania :”Aku ingat kata-kata perempuan
tadi, sepertinya aku telah menemukan jalan keluar atas permasalahanku. “Rokok”
akan membantuku.” (diam sejenak)
“Mumpung istirahat aku mau ceri
rokok di toko belakang sekolah ahh” (beranjak dari duduknya dan clingukan
sambil berjalan menuju pintu belakang sekolah)
Aku
hanya membeli satu batang rokok sebagai percobaan. Tidak butuh waktu lama, aku
berhasil kembali lagi di sekolah tanpa ketahuan oleh siapapun. Di belakang
sekolah yang jarang digunakan oleh warga sekolah, aku memilih tempat itu untuk
mencoba hal baru ini. Merokok. Yang akan membantuku lepas dari permasalahan
ini. Dan ternyata tidak ada siapapun disana.
Sania : (menyalakan korek
dan menghidupkan rokoknya. Awalnya ragu untuk menghisap rokok itu, tapi dengan
nekad aku hisap puntung rokok itu dalam-dalam. Meskipun sedikit terbatuk-batuk,
aku mulai menikmati itu)
Saat
aku sedang menikmati hisapan-hisapan rokokku, dan mulai merasa perlahan-lahan
masalah dalam keluargamu mulai pudar, tiba-tiba seseorang datang. Aku sudah
gemetar dan takut jika ketahuan. Namun ternyata yang datang adalah Naila, teman
satu kelasku yang tidak terlalu akrab denganku.
Naila :
(dengan wajah heran) “Sejak kapan kamu jadi perokok?” (suaranya mulai naik)
Sania :
(buru-buru menutup mulut Naila sambil melihat sekitar) “jangan keras-keras bisa
kan?”
Naila :”Lepasin
dulu (berontak). Sejak kapan kamu ngerokok begini hah?!”
Sania :”Sejak
sekarang”
Naila :”Apa
kamu nggak takut ketahuan guru-guru kalau kamu ngerokok? Disini lagi
ngerokoknya”
Sania :”Aku
penat. Makanya ngerokok adalah jalan keluarnya (melenguh). Emang guru-guru mau
apa keliaran di tempat kumuh begini? Lagian ngapain kamu kesini?”
Naila :”Hahaha
aku sih iseng aja. Jangan salah. Dulu, Dodi pernah ketahuan ngerokok sama guru
BK disini lagi. Asal kamu tahu aja, guru BK disini itu mereka kaya monster
semua. Mulai Pak Tomo lah, Pak Afit lah sampai Bu Dian juga nggak kalah
galaknya kaya nenek sihir. (ekspresif)”
Sania :”Lebay
lo...”
Naila :”Ihhh
aku seriusan nih (mulai serius). Dua minggu lalu, aku masuk BK gara-gara
melanggar peraturan, nggak pake ikat pinggang. Bayangin aja, di dalam ruang BK
yang ber-AC aja hawanya panas banget. Guru-guru BK kita itu mukanya serem
semua. Aku dimarah-marahin disana. Nggak Cuma Pak Tomo aja yang marahin, semua
guru BK marahin aku. Terus, mereka itu nggak pernah mau denger alasan kita.
Parah banget nggak? (menjelak-jelakkan konselor sekolah)”
Sania :”Yang
bener kamu? Kemarin aku ketemu Bu Dian dia biasa-biasa aja nggak pernah aku
lihat dia marah-marah”
Naila :”Yah
itu kan moodnya lagi baik aja. Banyak kok anak-anak yang nggak berani masuk
ruang BK takut kena marah lah, kena hukuman lah, pokoknya guru BK itu nyeremin
kaya monster (menghasut)”
Sania :(diam)
Naila :”Yah,
kalau kamu masih pingin ngerokok disini sih hati-hati aja lah yaa. Aku masuk
dulu deh, udah mau bel nih (melihat jam tangan dan meninggalkan Sania)”
Setelah beberapa kali aku merokok di
halaman belakang sekolah tanpa ketahuan siapapun, tiba-tiba aku mendapat surat
panggilan dari Pak Tomo untuk menemuinya di ruang BK.
(sebelum mendapat surat panggilan)
Dodi mendapati aku sedang merokok di
halaman belakang sekolah, tanpa aku kethaui. Karena ia pernah ketahuan merokok,
ia pun melaporkanku kepada guru BK di sekolah.
Dodi : (mengetuk pintu ruang BK)
Pak
Tomo : “Iya, silahkan masuk”
Dodi : (masuk ruang BK)
Pak
Tomo :”Dodi, apa kabar? Ada apa
gerangan, kamu menemui bapak?”
Dodi :”Saya mau lapor
pak, barusan saya melihat Sania kelas XI IPA4 merokok di belakang sekolah pak”
Pak
Tomo : (agak sedikit kaget)
“Serius? Coba kamu ceritakan bagaimana kejadiannya”
Dodi :”Tadi saya mau ke toilet pak,
tapi lewat halaman belakang, eh tiba-tiba saya melihat ada Sania disana pak.
Dia sedang merokok sendirian. Saya nggak tanya-tanya sih pak. Langsung aja saya
kesini”
Pak
Tomo :”Oh, baiklah kalau begitu.
Nanti Bapak coba cek kebenarannya ya. Terimakasih infonya Dodi”
Dodi :”Iya pak. Saya kembali ke kelas
dulu pak”
Pak
Tomo :”Iya silahkan...”
Dodi : (keluar ruang BK)
(di
ruang guru)
Pak
Tomo :”Bu Aini, bagaimana kabar
anak-anak di kelas XI IPA4?”
Bu
Aini :”Laporan terakhir yang
saya terima dari guru mapel, ada beberapa anak yang sepertinya mengalami
penurunan prestasi pak. Yang paling parah si Sania. Dia sering melamun di
kelas, jarang mengerjakan PR, bahkan nilai ulangan fisikanya 30.”
Pak
Tomo :”Oh, begitu ya bu? Kira-kira
ada apa ya dengan Sania?”
Bu
Aini :”Saya juga kurang tahu
pak.”
Pak
Tomo :”Baiklah Bu Aini, terimakasih
ya...”
Bu
Aini :”Sama-sama Pak Tomo. Kalau
gitu, saya ngajar dulu ya pak”
Pak
Tomo :”Oh iya bu, silahkan”
Ada ketakutan yang mulai menghinggapi
perasaanku. Aku khawatir jika nanti dihukum guru BK karena ketahuan merokok. Dengan
keterpaksaan aku menuju ruang BK.
(di
depan pintu ruang BK)
Sania : (badan gemetar,
keringat dingin, dan kemudian membayangkan kata-kata Naila beberapa hari lalu
tentang menakutkannya guru BK sambil memegang gagang pintu)
Lamunanku
tiba-tiba terpecah oleh suara pintu yang mulai terbuka, dan ternyata Pak Tomo.
Tanpa pikir panjang, aku langsung lari begitu saja karena takut kepada Pak
Tomo.
Pak
Tomo : (Heran) “Lho, itu kan Sania,
kenapa dia lari ketakutan seperti itu ya?”
Saat jam istirahat, aku menceritakan
ketakutanku kepada Naila dan Adista saat di depan ruang BK.
Adista :”Ayo, katanya mau cerita. Aku kepo
banget nih...”
Sania :” Iya bentar. Napas dulu lah.
Aku takut banget”
Naila :”Takut kenapa? Kalau cerita
jangan setengah-setengah dong”
Sania :”Jadi tadi aku dapat
surat panggilan dari BK. Pas aku udah sampai di depan pintu ruang BK tiba-tiba
aku inget kata-kata Naila soal guru BK yang kaya monster.”
Naila :”Terus kamu diapain sama guru
BK?”
Sania :”Ya nggak di
apa-apain sih, orang tadi pas aku lagi bayangin seremnya guru BK, tau-tau Pak
Tomo keluar, yaudah aku lari aja”
Adista :”Jadi tadi kamu lari dari ruang BK
gara-gara ketakutan? Dasar Sania, ada-ada aja kamu ini. Terus kalau besok kamu
makin di kejar sama guru BK gimana?”
(saat
Adista sedang berbicara, tanpa disengaja Pak Tomo lewat di kelas XI IPA4 dan
mendengar pembicaraan kami)
Sania :”Bodo amat deh, aku nggak mikir
sampai situ sih”
(di
ruang BK)
Pak
Tomo :”Oh, jadi tadi Sania lari
karena takut sama saya. Sebenarnya ada apa dengan Sania?” (bergumam).
“Sepertinya tidak ada salahnya jika saya mengadakan home visit ke rumah Sania untuk menjawab teka-teki permasalahan
yang sedang dihadapinya.”
Usai Pulang sekolah, Pak Tomo melakukan home visit ke rumahku. Saat itu aku
sedang bermain dengan teman-temanku, jadi kami tidak bertemu.
(di
lingkungan rumah Sania)
Kompleks rumahku memang kawasan
perumahan yang bebas. Pergaulan remajanya pun bebas, free sex bukan hal yang tabu bagi mereka. Setelah melewati beberapa
rumah, Pak Tomo bertanya kepada salah satu tetanggaku.
Pak
Tomo :”Permisi pak, saya mau
numpang tanya. Bapak kenal dengan Sania Hakim siswi kelas XI IPA4 SMA BHIKENA?”
Pak
Andi :”Anaknya Pak Hakim ya Pak?”
Pak
Tomo :”Iya betul sekali pak, dimana
ya rumahnya?”
Pak
Andi :”Oh rumahnya di sebelah
sana, selang tiga rumah setelah rumah saya ini pak (menunjukkan rumah Sania).
Kalau boleh tahu bapak ini siapa ya?”
Pak
Tomo :”Oh, sebelah sana ya
pak?(menujuk rumah). Saya ini guru BK Sania pak, saya sedang melakukan home visit ke rumah Sania pak. Kalau
boleh tahu, Sania kalau di lingkungan rumah bagaimana ya pak?”
Pak
Andi :”Lingkungan sini memang
kurang bagus untuk pelajar pak. Terlebih rumah tangga orang tua Sania itu
sedang diambang prahara. Isu-ise yang beredar, mereka akan bercerai karena ayah
Sania ternyata selingkuh jadi sekarang Sania seperti terbawa arus, dia sering
murung dan sekarang jadi senang bergaul dengan anak-anak yang bebas disini pak”
Pak
Tomo :”Oh begitu ya pak,
terimakasih atas infonya. Saya ijin ke rumah Sania dulu ya pak”
Pak
Andi :”sepertinya mereka sedang
tidak dirumah pak”
Pak
Tomo :”Oh begitu ya pak? Kalau
begitu saya pamit dulu ya pak. Mari”
Pak
Andi :”Mari-mari”
(Pak
Tomo meninggalkan kompleks rumah)
Pak
Tomo :”Oh jadi kemungkinan pemicu
Sania merokok adalah kondisi keluarganya yang mulai tidak harmonis”
Dua hari setelah Pak Tomo melakukan home visit ke rumahku, ternyata
pernikahan orang tuaku sudah di ujung tanduk. Selasa, 28 Mei 2013 sidang
perdana perceraian kedua orang tuaku. Tampaknya mereka memang telah sepakat
untuk bercerai. Sebelum berangkat menuju pengadilan, ibu sempat berbicara
kepadaku.
Ibu :”Sania, hari ini sidang
perdana perceraian ayah dan ibu. Kamu mau ikut?”
Sania :”Ibu sama ayah
jahat. Kenapa sih kalian mau bercerai? Apa kalian udah nggak sayang lagi sama
Sania?”
Ibu :”Bukan begitu
Sayang, kamu mungkin tidak akan mengerti. Ini terlalu sulit Sania. Suatu saat
kamu akan tahu. Oh iya, ibu mau bicara agak serius sama kamu”
Sania :”Apa bu?”
(keduanya
merubah posisi duduk lebih mendekat)
Ibu :”Mungkin, selama proses
perceraian ibu dan ayah kamu akan kami titipkan di rumah nenek. Tapi sampai
kapan ibu tidak bisa memastikan. Kamu siap-siap ya. Jangan nakal ya kalau di
rumah nenek. Mungkin minggu depan kamu akan ibu antar kesana. Maafkan ayah dan
ibu”
Sania : (aku tidak mampu berkata
apapun, wajahku mulai pucat. Beberapa saat setelah itu aku meninggalkan ibu
sendiri)
Hari ini aku memilih untuk tidak
berangkat sekolah. Dan hari-hari berikutnya aku memilih hal yang sama. Tidak
berangkat sekolah. Aku sangat frustasi dengan kata-kata ibu. Ini adalah pukulan
terberatku. Bukan karena aku tidak nyaman berada di rumah nenek. Tapi aku
merasa sudah tidak diinginkan lagi oelh kedua orang tuaku. Aku hanya merenung,
murung dan mengunci diri di dalam kamar.
Di sekolah, kedatanganku ternyata sudah
di tunggu. Aku yang sudah tidak berangkat selama empat hari mulai banyak di
tanyakan oleh guru maupun temanku.
Pak
Tomo :”Adista, kamu satu kelas
dengan Sania kan? Kok dia jarang terlihat di sekolah kenapa ya?”
Adista :”Sudah empat hari ini Sania
membolos pak. Dia di sms nggak di balas, di telpon hp nya tidak aktif pak. Jadi
kami tidak ada yang tahu.”
Pak
Tomo :”Oh, yasudah terima kasih
ya...”
Siang itu Pak Tomo berinisiatif untuk
datang kerumahku, dan kebetulan saja hari itu ibu dan ayah sedang ada di rumah.
(di
rumah)
Pak
Tomo : (mengetuk pintu)
“Permisi....”
Ibu : (membukakan
pintu) “Iya silahkan masuk.. (mempersilahkan Pak Tomo masuk) maaf, ini dengan
siapa ya?”
Pak
Tomo :”Saya Kustomo bu, guru BK
Sania”
(ayah
menuju ruang tamu untuk ikut menemui Pak Tomo)
Ibu :”Oh guru BK Sania. Ayah, ini
Pak Tomo guru BK Sania di sekolah” (memperkenalkan Pak Tomo kepada Ayah)
Ayah : (bersalaman dengan Pak Tomo dan
saling berkenalan) “Maaf Pak, kalau boleh tahu, ada keperluan apa ya bapak
kemari?”
Pak
Tomo :”Begini pak, sudah empat hari
ini Sania membolos sekolah. Di sekolah banyak yang menanyakan Sania, apa dia
sedang sakit atau ada keperluan yang lain ya pak, bu?”
Ayah :”Oh. Memang pak, Sania tidak
berangkat sekolah sudah empat hari. Dia mengurung diri dikamar terus pak. Makan
saja susah”
Pak
Tomo :”Kalau boleh tahu, kira-kira
penyebab Sania mengurung diri di kamar apa ya pak?”
Ayah
:”Begini pak, rumah tangga
kami memang sedang diambang masalah. Mungkin sania belum bisa menerima itu”
Ibu :”Kemarin sejak saya
membicarakan tentang keputusan kami kepada Sania tentang perceraian kami dan
rencana kami untuk menitipkan Sania kepada neneknya. Sejak saat itu Sania jadi
murung seperti ini”
Pak
Tomo :”Oh begitu ya pak, bu? Soalnya
kemarin ada kabar kalau Sania sering merokok di kelas. Bahkan ketika saya
panggil dia malah lari pak, bu”
Ayah :”Apa? Sania merokok?”
Pak
Tomo :”Iya pak. Ada kemungkinan
Sania merokok karena depresi dengan kondisinya saat ini Pak.”
Ibu :”Bagaimana kalau saya
panggilkan Sania kesini pak?”
Pak
Tomo :”Boleh bu”
(ibu
mengajakku untuk menemui Pak Tomo)
Ayah :”Sania, ini ada Pak Tomo. Kami
tinggal dulu ya pak,” (ayah dan ibu masuk)
Pak
Tomo :”Sania, bagaimana kabarmu?”
Sania :”Ya begini lah pak. Saya bingung”
Pak
Tomo :”Sania bisa cerita kepada
bapak apa yang membuat sania bingung”
Sania :”Orang tua saya pak... Mereka
mau bercerai bahkan saya mau dititipkan dirumah nenek saya. Itulah pak,
kemarin-kemarin saya merokok di sekolahan”
Pak
Tomo :”Jadi itu alasan kamu merokok
beberapa waktu lalu? Bapak mengerti, berada di posisi sepertimu merupakan hal
yang sulit. Tapi cobalah untuk memikirkan lagi bagaimana dampaknya jika Sania
terus larut dalam kondisi ini”
Sania :”Iya pak, makanya saya sadar
ternyata seperti ini tidak merubah kondisi pak”
Setelah
melakukan beberapa kali konseling, aku mulai sadar dan menjadi individu yang
lebih baik, mulai bisa menata diri dan mampu mengontrol emosi. Meskipun masalah
perceraian orang tuaku tetap bergulir di persidangan. Namun orang tuaku tetap
mencurahkan kasih sayangnya kepada saya.
(di
sekolah)
Adista :”Sania, kangen deh sama kamu,
gimana kabarnya?”
Sania :”Baik... aku juga kangen sama
kalian. Oh iya, ternyata guru BK itu nggak se menakutkan seperti yang kamu
bilang Naila. Nyatanya Pak Tomo membantu ku, sekarang aku jadi orang yang lebih
baik.”
Naila :”Oh, begitu ya... bagus dong”
Sania :”Konselorku pahlawanku”
~Selesai~
*cerita ini hanya karangan fiktif belaka*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar