Minggu, 16 Juni 2013

Konselorku Pahlawanku

KONSELORKU PAHLAWANKU
Pagi ini sepeti neraka bagiku. Aku bahkan selalu meminta pada Tuhan untuk tak lagi bangun setiap paginya. Rumah ini tak ubahnya seperti penjara, tak ada yang nyaman ada di dalamnya. Orang-orang yang tinggal di dalamnya seperti tak saling mengenal, padahal kami ada karena pernikahan Hendro Sasmojo ayah kami dengan Rossa Meliana ibu kami. Sedangkan kakak ku Feri, ia sudah menikah dan memilih tinggal di Malang bersama istrinya, tanpa pernah menanyakan bagimana panasnya suasana rumah. Semua berawal ketika ibu mendapati ayah tengah berselingkuh dengan partner kerjanya yang bernama Rika.
(suara petrengkaran ibu dan ayah terdengar dibalik pintu kamar mereka)
Ibu                               :”Ayah keterlaluan. Apa kurangnya ibu? Ayah minta ibu untuk tidak bekerja, oke ibu turuti. Ibu urus anak-anak sendiri tanpa pernah ayah bantu. Tapi apa balasan ayah sama ibu? Ayah selingkuh sama Rika perempuan tak tau diuntung itu”
Ayah               :”kamu pikir ayah tidak muak? Setiap hari kerjanya arisan sana sini. Ibu itu Cuma ngabisin uang doang!!! Mana ada laki-laki yang  betah sama istri yang  bisanya Cuma ngabisin uang suami?”
Ibu                  :”Alasan! Bukannya itu maumu?aku dirumah dan tidak bekerja. Tapi kenapa sekarang bicaramu lain?”
Ayah               :”Ahhh susah bicara sama kamu, buang-buang waktu!” (lalu ayah keluar dan membanting pintu, sedangkan ibu menangis)
Sania               :”Ayah, ayah habis bertengkar sama ibu ya? Kok tadi ayah banting pintu segala?” (aku berbicara kepada ayah dengan suara getir dan wajah yang tertunduk)
Namun, apa jawaban ayah? Ia justru menamparku dan memakiku.
Ayah               : (menampar) “Lancang sekali kamu! Ini urusan orang tua, anak kecil nggak usah ikut-ikutan. Belajar saja yang benar, nggak usah sok tahu urusan orang tua”
Sania               :”Ayah jahat” (lari sambil menahan tangis)
Sania               :”Aku tahu ayahku keras, namun baru sekali ini ia menamparku. Ia tak pernah memperlakukan aku sekeras ini sebelumnya. Mulai saat itu, aku tahu ternyata penyebabnya karena ayah berselingkuh, hatiku sakit sekali. Aku yang selalu membanggakan kedua orang tuaku dihadapak teman-temanku harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak lagi harmonis. Aku akan sangat malu sekali” (berurai air mata)

Pagi ini, ujian fisika. Aku bahkan lupa belum belajar karena kejadian semalam. Aku memilih untuk langsung berangkat sekolah tanpa sarapan dan berpamitan kepada ayah dan ibu, lagi pula aku rasa akan percuma.
Di jalan dekat sekolahku, aku mendengar percakapan antara dua perempuan dan seorang laki-laki mereka sedang membicarakan sesuatu.
Pr 1                 :”Udah, persaya sama gue. Dengan lo ngerokok, maka hidup lo akan lebih tenang. Lo akan ngerasa beban hidup lo itu lepas dan lo bisa bebas” (kata si perempuan pertama dengan ekpresi yang meykainkan)
Pr 2                 :”Serius? Gue penat banget sama masalah hidup gue”
Lk                   :”Percaya sama kita lah. Lo lihat aja kita, enjoy kan hidup kita. Masalah apapun nggak ada apa-apanya, apa lagi kalau lo juga pake metilon ini (sambil menunjukkan obat terlarang) pasti hidup lo indah”
Sayang, perhatianku terpecahkan oleh sms dari temanku yang memberitahukan jika ulangan hari ini kurang 15 menit lagu di mulai yaitu tepat puku 07.00 WIB. Aku bergegas lari takut jika ketahuan sedang mendengarkan percakapan mereka.

(Di sekolah)
Ujian fisika ku hari ini gagal total. Aku tidak bisa mengerjakan soal sama sekali. Aku semakin frustasi dengan keadaan ini.

(Taman Sekolah, duduk sendiri)
Sania                           :”Aku ingat kata-kata perempuan tadi, sepertinya aku telah menemukan jalan keluar atas permasalahanku. “Rokok” akan membantuku.” (diam sejenak)
            “Mumpung istirahat aku mau ceri rokok di toko belakang sekolah ahh” (beranjak dari duduknya dan clingukan sambil berjalan menuju pintu belakang sekolah)
Aku hanya membeli satu batang rokok sebagai percobaan. Tidak butuh waktu lama, aku berhasil kembali lagi di sekolah tanpa ketahuan oleh siapapun. Di belakang sekolah yang jarang digunakan oleh warga sekolah, aku memilih tempat itu untuk mencoba hal baru ini. Merokok. Yang akan membantuku lepas dari permasalahan ini. Dan ternyata tidak ada siapapun disana.
Sania                           : (menyalakan korek dan menghidupkan rokoknya. Awalnya ragu untuk menghisap rokok itu, tapi dengan nekad aku hisap puntung rokok itu dalam-dalam. Meskipun sedikit terbatuk-batuk, aku mulai menikmati itu)
Saat aku sedang menikmati hisapan-hisapan rokokku, dan mulai merasa perlahan-lahan masalah dalam keluargamu mulai pudar, tiba-tiba seseorang datang. Aku sudah gemetar dan takut jika ketahuan. Namun ternyata yang datang adalah Naila, teman satu kelasku yang tidak terlalu akrab denganku.
Naila                           : (dengan wajah heran) “Sejak kapan kamu jadi perokok?” (suaranya mulai naik)
Sania               : (buru-buru menutup mulut Naila sambil melihat sekitar) “jangan keras-keras bisa kan?”
Naila               :”Lepasin dulu (berontak). Sejak kapan kamu ngerokok begini hah?!”
Sania               :”Sejak sekarang”
Naila               :”Apa kamu nggak takut ketahuan guru-guru kalau kamu ngerokok? Disini lagi ngerokoknya”
Sania               :”Aku penat. Makanya ngerokok adalah jalan keluarnya (melenguh). Emang guru-guru mau apa keliaran di tempat kumuh begini? Lagian ngapain kamu kesini?”
Naila               :”Hahaha aku sih iseng aja. Jangan salah. Dulu, Dodi pernah ketahuan ngerokok sama guru BK disini lagi. Asal kamu tahu aja, guru BK disini itu mereka kaya monster semua. Mulai Pak Tomo lah, Pak Afit lah sampai Bu Dian juga nggak kalah galaknya kaya nenek sihir. (ekspresif)”
Sania               :”Lebay lo...”
Naila               :”Ihhh aku seriusan nih (mulai serius). Dua minggu lalu, aku masuk BK gara-gara melanggar peraturan, nggak pake ikat pinggang. Bayangin aja, di dalam ruang BK yang ber-AC aja hawanya panas banget. Guru-guru BK kita itu mukanya serem semua. Aku dimarah-marahin disana. Nggak Cuma Pak Tomo aja yang marahin, semua guru BK marahin aku. Terus, mereka itu nggak pernah mau denger alasan kita. Parah banget nggak? (menjelak-jelakkan konselor sekolah)”
Sania               :”Yang bener kamu? Kemarin aku ketemu Bu Dian dia biasa-biasa aja nggak pernah aku lihat dia marah-marah”
Naila               :”Yah itu kan moodnya lagi baik aja. Banyak kok anak-anak yang nggak berani masuk ruang BK takut kena marah lah, kena hukuman lah, pokoknya guru BK itu nyeremin kaya monster (menghasut)”
Sania               :(diam)
Naila               :”Yah, kalau kamu masih pingin ngerokok disini sih hati-hati aja lah yaa. Aku masuk dulu deh, udah mau bel nih (melihat jam tangan dan meninggalkan Sania)”

Setelah beberapa kali aku merokok di halaman belakang sekolah tanpa ketahuan siapapun, tiba-tiba aku mendapat surat panggilan dari Pak Tomo untuk menemuinya di ruang BK.
(sebelum mendapat surat panggilan)
Dodi mendapati aku sedang merokok di halaman belakang sekolah, tanpa aku kethaui. Karena ia pernah ketahuan merokok, ia pun melaporkanku kepada guru BK di sekolah.
Dodi                : (mengetuk pintu ruang BK)
Pak Tomo        : “Iya, silahkan masuk”
Dodi                : (masuk ruang BK)
Pak Tomo        :”Dodi, apa kabar? Ada apa gerangan, kamu menemui bapak?”
Dodi                            :”Saya mau lapor pak, barusan saya melihat Sania kelas XI IPA4 merokok di belakang sekolah pak”
Pak Tomo        : (agak sedikit kaget) “Serius? Coba kamu ceritakan bagaimana kejadiannya”
Dodi                :”Tadi saya mau ke toilet pak, tapi lewat halaman belakang, eh tiba-tiba saya melihat ada Sania disana pak. Dia sedang merokok sendirian. Saya nggak tanya-tanya sih pak. Langsung aja saya kesini”
Pak Tomo        :”Oh, baiklah kalau begitu. Nanti Bapak coba cek kebenarannya ya. Terimakasih infonya Dodi”
Dodi                :”Iya pak. Saya kembali ke kelas dulu pak”
Pak Tomo        :”Iya silahkan...”
Dodi                : (keluar ruang BK)
(di ruang guru)
Pak Tomo        :”Bu Aini, bagaimana kabar anak-anak di kelas XI IPA4?”
Bu Aini           :”Laporan terakhir yang saya terima dari guru mapel, ada beberapa anak yang sepertinya mengalami penurunan prestasi pak. Yang paling parah si Sania. Dia sering melamun di kelas, jarang mengerjakan PR, bahkan nilai ulangan fisikanya 30.”
Pak Tomo        :”Oh, begitu ya bu? Kira-kira ada apa ya dengan Sania?”
Bu Aini           :”Saya juga kurang tahu pak.”
Pak Tomo        :”Baiklah Bu Aini, terimakasih ya...”
Bu Aini           :”Sama-sama Pak Tomo. Kalau gitu, saya ngajar dulu ya pak”
Pak Tomo        :”Oh iya bu, silahkan”

Ada ketakutan yang mulai menghinggapi perasaanku. Aku khawatir jika nanti dihukum guru BK karena ketahuan merokok. Dengan keterpaksaan aku menuju ruang BK.
(di depan pintu ruang BK)
Sania                           : (badan gemetar, keringat dingin, dan kemudian membayangkan kata-kata Naila beberapa hari lalu tentang menakutkannya guru BK sambil memegang gagang pintu)
Lamunanku tiba-tiba terpecah oleh suara pintu yang mulai terbuka, dan ternyata Pak Tomo. Tanpa pikir panjang, aku langsung lari begitu saja karena takut kepada Pak Tomo.
Pak Tomo        : (Heran) “Lho, itu kan Sania, kenapa dia lari ketakutan seperti itu ya?”
Saat jam istirahat, aku menceritakan ketakutanku kepada Naila dan Adista saat di depan ruang BK.
Adista             :”Ayo, katanya mau cerita. Aku kepo banget nih...”
Sania               :” Iya bentar. Napas dulu lah. Aku takut banget”
Naila                :”Takut kenapa? Kalau cerita jangan setengah-setengah dong”
Sania                           :”Jadi tadi aku dapat surat panggilan dari BK. Pas aku udah sampai di depan pintu ruang BK tiba-tiba aku inget kata-kata Naila soal guru BK yang kaya monster.”
Naila                :”Terus kamu diapain sama guru BK?”
Sania                           :”Ya nggak di apa-apain sih, orang tadi pas aku lagi bayangin seremnya guru BK, tau-tau Pak Tomo keluar, yaudah aku lari aja”
Adista             :”Jadi tadi kamu lari dari ruang BK gara-gara ketakutan? Dasar Sania, ada-ada aja kamu ini. Terus kalau besok kamu makin di kejar sama guru BK gimana?”
(saat Adista sedang berbicara, tanpa disengaja Pak Tomo lewat di kelas XI IPA4 dan mendengar pembicaraan kami)
Sania               :”Bodo amat deh, aku nggak mikir sampai situ sih”

(di ruang BK)
Pak Tomo        :”Oh, jadi tadi Sania lari karena takut sama saya. Sebenarnya ada apa dengan Sania?” (bergumam). “Sepertinya tidak ada salahnya jika saya mengadakan home visit ke rumah Sania untuk menjawab teka-teki permasalahan yang sedang dihadapinya.”

Usai Pulang sekolah, Pak Tomo melakukan home visit ke rumahku. Saat itu aku sedang bermain dengan teman-temanku, jadi kami tidak bertemu.
(di lingkungan rumah Sania)
            Kompleks rumahku memang kawasan perumahan yang bebas. Pergaulan remajanya pun bebas, free sex bukan hal yang tabu bagi mereka. Setelah melewati beberapa rumah, Pak Tomo bertanya kepada salah satu tetanggaku.
Pak Tomo        :”Permisi pak, saya mau numpang tanya. Bapak kenal dengan Sania Hakim siswi kelas XI IPA4 SMA BHIKENA?”
Pak Andi         :”Anaknya Pak Hakim ya Pak?”
Pak Tomo        :”Iya betul sekali pak, dimana ya rumahnya?”
Pak Andi         :”Oh rumahnya di sebelah sana, selang tiga rumah setelah rumah saya ini pak (menunjukkan rumah Sania). Kalau boleh tahu bapak ini siapa ya?”
Pak Tomo        :”Oh, sebelah sana ya pak?(menujuk rumah). Saya ini guru BK Sania pak, saya sedang melakukan home visit ke rumah Sania pak. Kalau boleh tahu, Sania kalau di lingkungan rumah bagaimana ya pak?”
Pak Andi         :”Lingkungan sini memang kurang bagus untuk pelajar pak. Terlebih rumah tangga orang tua Sania itu sedang diambang prahara. Isu-ise yang beredar, mereka akan bercerai karena ayah Sania ternyata selingkuh jadi sekarang Sania seperti terbawa arus, dia sering murung dan sekarang jadi senang bergaul dengan anak-anak yang bebas disini pak”
Pak Tomo        :”Oh begitu ya pak, terimakasih atas infonya. Saya ijin ke rumah Sania dulu ya pak”
Pak Andi         :”sepertinya mereka sedang tidak dirumah pak”
Pak Tomo        :”Oh begitu ya pak? Kalau begitu saya pamit dulu ya pak. Mari”
Pak Andi         :”Mari-mari”
(Pak Tomo meninggalkan kompleks rumah)
Pak Tomo        :”Oh jadi kemungkinan pemicu Sania merokok adalah kondisi keluarganya yang mulai tidak harmonis”

Dua hari setelah Pak Tomo melakukan home visit ke rumahku, ternyata pernikahan orang tuaku sudah di ujung tanduk. Selasa, 28 Mei 2013 sidang perdana perceraian kedua orang tuaku. Tampaknya mereka memang telah sepakat untuk bercerai. Sebelum berangkat menuju pengadilan, ibu sempat berbicara kepadaku.
Ibu                   :”Sania, hari ini sidang perdana perceraian ayah dan ibu. Kamu mau ikut?”
Sania                           :”Ibu sama ayah jahat. Kenapa sih kalian mau bercerai? Apa kalian udah nggak sayang lagi sama Sania?”
Ibu                               :”Bukan begitu Sayang, kamu mungkin tidak akan mengerti. Ini terlalu sulit Sania. Suatu saat kamu akan tahu. Oh iya, ibu mau bicara agak serius sama kamu”
Sania               :”Apa bu?”
(keduanya merubah posisi duduk lebih mendekat)
Ibu                  :”Mungkin, selama proses perceraian ibu dan ayah kamu akan kami titipkan di rumah nenek. Tapi sampai kapan ibu tidak bisa memastikan. Kamu siap-siap ya. Jangan nakal ya kalau di rumah nenek. Mungkin minggu depan kamu akan ibu antar kesana. Maafkan ayah dan ibu”
Sania               : (aku tidak mampu berkata apapun, wajahku mulai pucat. Beberapa saat setelah itu aku meninggalkan ibu sendiri)

Hari ini aku memilih untuk tidak berangkat sekolah. Dan hari-hari berikutnya aku memilih hal yang sama. Tidak berangkat sekolah. Aku sangat frustasi dengan kata-kata ibu. Ini adalah pukulan terberatku. Bukan karena aku tidak nyaman berada di rumah nenek. Tapi aku merasa sudah tidak diinginkan lagi oelh kedua orang tuaku. Aku hanya merenung, murung dan mengunci diri di dalam kamar.

Di sekolah, kedatanganku ternyata sudah di tunggu. Aku yang sudah tidak berangkat selama empat hari mulai banyak di tanyakan oleh guru maupun temanku.
Pak Tomo        :”Adista, kamu satu kelas dengan Sania kan? Kok dia jarang terlihat di sekolah kenapa ya?”
Adista             :”Sudah empat hari ini Sania membolos pak. Dia di sms nggak di balas, di telpon hp nya tidak aktif pak. Jadi kami tidak ada yang tahu.”
Pak Tomo        :”Oh, yasudah terima kasih ya...”

Siang itu Pak Tomo berinisiatif untuk datang kerumahku, dan kebetulan saja hari itu ibu dan ayah sedang ada di rumah.
(di rumah)
Pak Tomo        : (mengetuk pintu) “Permisi....”
Ibu                               : (membukakan pintu) “Iya silahkan masuk.. (mempersilahkan Pak Tomo masuk) maaf, ini dengan siapa ya?”
Pak Tomo        :”Saya Kustomo bu, guru BK Sania”
(ayah menuju ruang tamu untuk ikut menemui Pak Tomo)
Ibu                  :”Oh guru BK Sania. Ayah, ini Pak Tomo guru BK Sania di sekolah” (memperkenalkan Pak Tomo kepada Ayah)
Ayah               : (bersalaman dengan Pak Tomo dan saling berkenalan) “Maaf Pak, kalau boleh tahu, ada keperluan apa ya bapak kemari?”
Pak Tomo        :”Begini pak, sudah empat hari ini Sania membolos sekolah. Di sekolah banyak yang menanyakan Sania, apa dia sedang sakit atau ada keperluan yang lain ya pak, bu?”
Ayah               :”Oh. Memang pak, Sania tidak berangkat sekolah sudah empat hari. Dia mengurung diri dikamar terus pak. Makan saja susah”
Pak Tomo        :”Kalau boleh tahu, kira-kira penyebab Sania mengurung diri di kamar apa ya pak?”
Ayah               :”Begini pak, rumah tangga kami memang sedang diambang masalah. Mungkin sania belum bisa menerima itu”
Ibu                  :”Kemarin sejak saya membicarakan tentang keputusan kami kepada Sania tentang perceraian kami dan rencana kami untuk menitipkan Sania kepada neneknya. Sejak saat itu Sania jadi murung seperti ini”
Pak Tomo        :”Oh begitu ya pak, bu? Soalnya kemarin ada kabar kalau Sania sering merokok di kelas. Bahkan ketika saya panggil dia malah lari pak, bu”
Ayah               :”Apa? Sania merokok?”
Pak Tomo        :”Iya pak. Ada kemungkinan Sania merokok karena depresi dengan kondisinya saat ini Pak.”
Ibu                  :”Bagaimana kalau saya panggilkan Sania kesini pak?”
Pak Tomo        :”Boleh bu”
(ibu mengajakku untuk menemui Pak Tomo)
Ayah               :”Sania, ini ada Pak Tomo. Kami tinggal dulu ya pak,” (ayah dan ibu masuk)
Pak Tomo        :”Sania, bagaimana kabarmu?”
Sania               :”Ya begini lah pak. Saya bingung”
Pak Tomo        :”Sania bisa cerita kepada bapak apa yang membuat sania bingung”
Sania               :”Orang tua saya pak... Mereka mau bercerai bahkan saya mau dititipkan dirumah nenek saya. Itulah pak, kemarin-kemarin saya merokok di sekolahan”
Pak Tomo        :”Jadi itu alasan kamu merokok beberapa waktu lalu? Bapak mengerti, berada di posisi sepertimu merupakan hal yang sulit. Tapi cobalah untuk memikirkan lagi bagaimana dampaknya jika Sania terus larut dalam kondisi ini”
Sania               :”Iya pak, makanya saya sadar ternyata seperti ini tidak merubah kondisi pak”

Setelah melakukan beberapa kali konseling, aku mulai sadar dan menjadi individu yang lebih baik, mulai bisa menata diri dan mampu mengontrol emosi. Meskipun masalah perceraian orang tuaku tetap bergulir di persidangan. Namun orang tuaku tetap mencurahkan kasih sayangnya kepada saya.

(di sekolah)
Adista             :”Sania, kangen deh sama kamu, gimana kabarnya?”
Sania               :”Baik... aku juga kangen sama kalian. Oh iya, ternyata guru BK itu nggak se menakutkan seperti yang kamu bilang Naila. Nyatanya Pak Tomo membantu ku, sekarang aku jadi orang yang lebih baik.”
Naila               :”Oh, begitu ya... bagus dong”
Sania               :”Konselorku pahlawanku”


~Selesai~
*cerita ini hanya karangan fiktif belaka*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar